SEMOGA ADA SETITIK BAROKAH TERSIRAT DARI SAJIAN YANG TERSURAT SEHINGGA HIDUP LEBIH BERMAKNA DAN BERGUNA

Friday, January 18, 2013

Siapa dia Al-Albani bagi wahabi ?

Etikel di petik dari :Forum Santri Sunniyah Salafiyyah

Di kalangan salafi (wahabi), lelaki satu ini dianggap muhaddis paling ulung di zamannya. Itu klaim mereka. Bahkan sebagian mereka tak canggung menyetarakannya dengan para imam hadis terdahulu. Fantastis. Mereka gencar mempromosikannya lewat berbagai media. Dan usaha mereka bisa dikata berhasil. Kalangan muslim banyak yang tertipu dengan hadis-hadis edaran mereka yang di akhirnya terdapat kutipan, “disahihkan oleh Albani, ”. Para salafi itu seolah memaksakan kesan bahwa dengan kalimat itu Al-Albani sudah setaraf dengan Imam Turmuzi, Imam Ibnu Majah dan lainnya.

Sebetulnya, kapasitas ilmu tukang reparasi jam ini sangat meragukan (kalau tak mau dibilang “ngawur”). Bahkan ketika ia diminta oleh seseorang untuk menyebutkan 10 hadis beserta sanadnya, ia dengan entengnya menjawab, “Aku bukan ahli hadis sanad, tapi ahli hadis kitab.” Si peminta pun tersenyum kecut, “Kalau begitu siapa saja juga bisa,” tukasnya.

Namun demikian dengan over pede-nya Albani merasa layak untuk mengkritisi dan mendhoifkan hadis-hadis dalam Bukhari Muslim yang kesahihannya telah disepakati dan diakui para ulama’ dari generasi ke generasi sejak ratusan tahun lalu. Aneh bukan?.

Siapakah Nashirudin al- Albani?

Dia lahir di kota Ashkodera, negara Albania tahun 1914 M dan meninggal dunia pada tanggal 21 Jumadal Akhirah 1420 H atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999 di Yordania. Pada masa hidupnya, sehari-hari dia berprofesi sebagai tukang reparasi jam. Dia memiliki hobi membaca kitab-kitab khususnya kitab-kitab hadits tetapi tidak pernah berguru kepada guru hadits yang ahli dan tidak pernah mempunyai sanad yang diakui dalam Ilmu Hadits.

Dia sendiri mengakui bahwa sebenarnya dia tidak hafal sepuluh hadits dengan sanad muttashil (bersambung) sampai ke Rasulullah, meskipun begitu dia berani mentashih dan mentadh’iftan hadits sesuai dengan kesimpulannya sendiri dan bertentangan dengan kaidah para ulama hadits yang menegaskan bahwa sesungguhnya mentashih dan mentadh’ifkan hadits adalah tugas para hafidz (ulama ahli hadits yg menghapal sekurang-kurangnya seratus ribu hadits).

Namun demikian kalangan salafi menganggap semua hadits bila telah dishohihkan atau dilemahkan Albani mereka pastikan lebih mendekati kebenaran.

Penyelewengan Albani

Berikut diantara penyimpangan-penyimpangan Albani yang dicatat para ulama’

1) Menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya sebagaimana dia sebutkan dalam kitabnya berjudul Almukhtasar al Uluww hal. 7, 156, 285.

2) Mengkafirkan orang-orang yang bertawassul dan beristighatsah dengan para nabi dan orang-orang soleh seperti dalam kitabnya “at-Tawassul” .

3) Menyerukan untuk menghancurkan Kubah hijau di atas makam Nabi SAW (Qubbah al Khadlra’) dan menyuruh memindahkan makam Nabi SAW ke luar masjid sebagaimana ditulis dalam kitabnya “Tahdzir as-Sajid” hal. 68-69,

4) Mengharamkan penggunaan tasbih dalam berdzikir sebagaimana dia tulis dalam kitabnya “Salsalatul Ahadits Al-Dlo’ifah” hadits no: 83.

5) Mengharamkan ucapan salam kepada Rasulullah ketika shalat dg kalimat “Melarang Assalamu ‘alayka ayyuhan-Nabiyy”. Dia berkata: Katakan “Assalamu alan Nabiyy” alasannya karena Nabi telah meninggal, sebagaimana ia sebutkan dalam kitabnya yang berjudul “Sifat shalat an-Nabi”.

6) Memaksa umat Islam di Palestina untuk menyerahkan Palestina kepada orang Yahudi sebagaimana dalam kitabnya “Fatawa al Albani”.

7) Dalam kitab yang sama dia juga mengharamkan Umat Islam mengunjungi sesamanya dan berziarah kepada orang yang telah meninggal di makamnya.

8 ) Mengharamkan bagi seorang perempuan untuk memakai kalung emas sebagaimana dia tulis dalam kitabnya “Adaab az-Zafaaf “,

9) Mengharamkan umat Islam melaksanakan solat tarawih dua puluh raka’at di bulan Ramadan sebagaimana ia katakan dalam kitabnya “Qiyam Ramadhan” hal.22.

10) Mengharamkan umat Islam melakukan shalat sunnah qabliyah jum’at sebagaimana disebutkan dalam kitabnya yang berjudul “al Ajwibah an-Nafiah”.

Ini adalah sebagian kecil dari sekian banyak kesesatannya, dan Alhamdulillah para Ulama dan para ahli hadits tidak tinggal diam. Mereka telah menjelaskan dan menjawab tuntas penyimpangan-penyimpangan Albani. Diantara mereka adalah:

1.Muhaddits besar India, Habibur Rahman al-’Adhzmi yang menulis “Albani Syudzudzuhu wa Akhtha-uhu” (Albani, penyimpangan dan kesalahannya) dalam 4 jilid;

2.Dahhan Abu Salman yang menulis “al-Wahmu wath-Thakhlith ‘indal-Albani fil Bai’ bit Taqshit” (Keraguan dan kekeliruan Albani dalam jual beli secara angsuran);

3.Muhaddits besar Maghribi, Syaikh Abdullah bin Muhammad bin as-Siddiq al-Ghumari yang menulis “Irgham al-Mubtadi` ‘al ghabi bi jawazit tawassul bin Nabi fil radd ‘ala al-Albani al-Wabi”; “al-Qawl al-Muqni` fil radd ‘ala al-Albani al-Mubtadi`”; “Itqaan as-Sun`a fi Tahqiq ma’na al-bid`a”;

4.Muhaddits Maghribi, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin as-Siddiq al-Ghumari yang menulis “Bayan Nakth an-Nakith al-Mu’tadi”;

5.Ulama Yaman, ‘Ali bin Muhammad bin Yahya al-’Alawi yang menulis “Hidayatul-Mutakhabbitin Naqd Muhammad Nasir al-Din”;

6.Muhaddits besar Syria, Syaikh ‘Abdul Fattah Abu Ghuddah yang menulis “Radd ‘ala Abatil wal iftira’at Nasir al-Albani wa shahibihi sabiqan Zuhayr al-Syawish wa mu’azirihima” (Penolakan terhadap kebatilan dan pemalsuan Nasir al-Albani dan sahabatnya Zuhayr al-Syawish serta pendukung keduanya);

7.Muhaddits Syria, Syaikh Muhammad ‘Awwama yang menulis “Adab al-Ikhtilaf” dan “Atsar al-hadits asy-syarif fi ikhtilaf al-a-immat al-fuqaha”;

8.Muhaddits Mesir, Syaikh Mahmud Sa`id Mamduh yang menulis “Tanbih al-Muslim ila Ta`addi al-Albani ‘ala Shahih Muslim” (Peringatan kepada Muslimin terkait serangan al-Albani ke atas Shahih Muslim) dan “at-Ta’rif bil awham man farraqa as-Sunan ila shohih wad-dho`if” (Penjelasan terhadap kekeliruan orang yang memisahkan kitab-kitab sunan kepada shohih dan dho`if);

9.Muhaddits Arab Saudi, Syaikh Ismail bin Muhammad al-Ansari yang menulis “Ta`aqqubaat ‘ala silsilat al-ahadits adh-dha`ifa wal maudhu`a lil-Albani” (Kritikan atas buku al-Albani “Silsilat al-ahadits adh-dha`ifa wal maudhu`a”); “Tashih Sholat at-Tarawih ‘Isyriina rak`ataan war radd ‘ala al-Albani fi tadh`ifih” (Kesahihan tarawih 20 rakaat dan penolakan terhadap al-Albani yang mendhaifkannya); “Naqd ta’liqat al-Albani ‘ala Syarh at-Tahawi” (Sanggahan terhadap al-Albani atas ta’liqatnya pada Syarah at-Tahawi”;

10.Ulama Syria, Syaikh Badruddin Hasan Diaab yang menulis “Anwar al-Masabih ‘ala dhzulumatil Albani fi shalatit Tarawih”.

Saran kami. Hendaknya seluruh umat Islam tidak gegabah menyikapi hadis pada buku-buku yang banyak beredar saat ini, terutama jika di buku itu terdapat pendapat yang merujuk kepada Albani dan kroni-kroninya.

http://www.forsansalaf.com/2009/albani-muhaddits-tanpa-sanad-andalan-wahabi/

Link ke Facebook

Tuesday, December 25, 2012

Download Driver Laptop

Bagi yang ingin melengkapi koleksi driver installasi laptopnya berikut kami berikan link download driver yang terdapat di blog ini klik disini

Link ke Facebook

Friday, December 14, 2012

Aplikasi UN MA Tahun 2013

Untuk  mendukung persiapan pelaksanaan Ujian Nasional Tahun 2013, Kementerian Pendidikan Nasional melalui Kementerian  Agama lalu diteruskan oleh masing-masing ketua KKM menyebarkan aplikasi pendataan calon peserta ujian nasional 2013. Oleh sebab itu KKM MA Muallimin NW Anjani menyediakan link download aplikasi tersebut.
1. Download Petunjuk Pengisian Klik Disini
2. Download Aplikasi UN 2013 klik Disini

Link ke Facebook

Monday, December 3, 2012

DOWNLOAD PETUNJUK LAPORAN BSM MA 2012

Untuk Pembuatan Laporan Pertanggungjawaban Dana BSM Madrasah Tahun 2012 maka berikut kami sediakan link download petunjuk pelaporan / SPJ BSM dari KKM MA Mu'alliminNW Anjani. Bagi yang ingin mendownload silahkan klik disini

Link ke Facebook

Sunday, November 25, 2012

Berjabat Tangan Selesai Shalat (Seri-2)


catatan ini sudah pernah saya tulis namun saya lengkapi dengan beberapa tanggapan terhadap pendapat Imam An Nawawi.


Setelah selesai Shalat sebagian ummat Islam di Indonesia biasanya sering kali mengajak bersalaman, ada yang shalat sunah dulu kemudian setelah selesai ada yang mengajak bersalaman dengan yang ada disampingnya, kemudian shalat berjama’ah dan setelah selesaipun ada yang masih mengajak bersalaman, dan sehabis shalatpun ada yang membiasakan untuk selalu bersalaman semua jama’ah dengan imam . karena ketika shalat berjama’ah di masjid biasanya para jama’ah berdatangan kemasjid sehingga mereka setiap waktu shalat bisa bertemu lagi di masjid dan saling menyapa, apalagi jika jama’ahnya orang yang Cuma mampir.

Terkadang ada yang biasa merespon dan menyambut ajakan salaman, ada yang tidak pernah mengajak bersalaman namun ketika di ajak bersalaman tidak menolak, ada juga yang tidak mengajak bersalaman dan tidak mau menyambut bersalaman. Dan juga ada yang memang anti bersalaman   malah sampai memerangi praktek bersalaman selesai shalat dengan menganggapnya bid’ah.

Kasus-kasus di atas agak mengusik saya untuk menelaah beberapa rujukan khususnya yang menjadi imamnya gerakan BKS (Bid’ah, kufur dan syirik). Saya coba buka kitabnya Ibnu Taimiyah ternyata beliau memiliki kesimpulan sebagai berikut :
وَسُئِلَ:عَنْ الْمُصَافَحَةِ عَقِيبَ الصَّلَاةِ : هَلْ هِيَ سُنَّةٌ أَمْ لَا ؟ .فَأَجَابَ :الْحَمْدُ لِلَّهِ ، الْمُصَافَحَةُ عَقِيبَ الصَّلَاةِ لَيْسَتْ مَسْنُونَةً بَلْ هِيَ بِدْعَةٌ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ- . مجموع الفتاوى - (23 / 339(
“beliau ditanya tentang bersalaman sehabis shalat : apakah termasuk sunah atau bukan ? kemudian beliau menjawab : segala puji bagi Allah, bersalaman setelah shalat bukanlah disunahkn namun itu adalah bid’ah, Allah maha mengetahui.”
Kemungkinan pendapat Ibnu Taimiyah inilah yang menjadi salah satu Rujukan bagi yang anti salaman setelah shalat. Pendapat Ibnu Taimiyah ini pernah saya beritahukan kepada salah satu teman, namun jawaban dia : “ itu Cuma fatwa kan ? saya jawab ya. Pernah juga saya beritahukan kepada teman yang lain : kemudian jawabannya : kalau Islam hanya mengikuti pendapat Ibnu Taimiyah ya sempit. Namun jawaban-jawaban itu tidak saya perpanjang.
Kemudian saya mencoba untuk membuka kitab-kitab yang lain khusunya dalam kalangan Madzhab Syafi’I yaitu kitabnya Imam An Nawawi Al Majmu’ Syarah Al Muhadzab, ternyata beliau membahas secara khusus fasal tentang Mushafahah. Inilah penjelasan beliau.

 (الفصل الخامس) في المصافحة والمعانقة والتقبيل ونحوها وفيه مسائل
(إحداها) المصافحة سنة عند التلاقي للاحاديث الصحيحة وإجماع الائمة عن قتادة قال " قلت لانس أكانت المصافحة في أصحاب رسول الله صلي الله عليه وسلم قال نعم " رواه البخاري وعن كعب بن مالك ان طلحة بن عبيدالله قام إليه فصافحه بحضرة النبي صلي الله عليه وسلم " رواه البخاري ومسلم
 وفي سنن ابى داود والترمذي عن البراء قال " قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ما من مسلمين يتلاقيان فيتصافحان الا غفر لهما قبل أن يتفرقا وعن انس قال قال رجل " يا رسول الله الرجل منا يلقي أخاه أو صديقه أينحني له قال لا قال افيلتزمه ويقبله قال لا قال أفيأخذ بيده ويصافحه قال نعم " رواه الترمذي وقال حديث حسن
 وتسن المصافحة عند كل لقاء وأما ما اعتاده الناس من المصافحة بعد صلاتي الصبح والعصر فلا أصل له في الشرع علي هذا الوجه ولكن لا بأس به فان أصل المصافحة سنة وكونهم خصوها ببعض الاحوال وفرطوا في اكثرها لا يخرج ذلك البعض عن كونه مشروعة فيه وقد سبق بيان هذه القاعدة في آخر صفة الصلاة ويستحب مع المصافحة بشاشة الوجه لقوله صلي الله عليه وسلم " لا يحقرن من المعروف شيئا ولو أن تلقى أخاك بوجه طليق " رواه مسلم من رواية أبى ذر رضي الله عنه وفيه أحاديث كثيرة وينبغي أن يحذر من مصافحة الامرد الحسن فان النظر إليه من غير حاجة حرام علي الصحيح المنصوص وبه قطع المصنف في أول كتاب النكاح وقد قال أصحابنا كل من حرم النظر إليه حرم مسه وقد يحل النظر مع تحريم المس فانه يحل النظر إلى الاجنبية في البيع والشراء والاخذ والعطاء ونحوها ولا يجوز مسها في شئ من ذلك

(الثانية) يكره حتي الظهر في كل حال لكل أحد لحديث انس السابق في المسألة الاولي وقوله اننحنى قال لا ولا معارض له ولا تغتر بكثرة من يفعله ممن ينسب إلي علم أو صلاح ونحوهما

(الثالثة) المختار استحباب اكرام الداخل بالقيام له إن كان فيه فضيلة ظاهرة من علم أو صلاح أو شرف أو ولاية مع صيانة أوله حرمة بولاية أو نحوها ويكون هذا القيام للاكرام لا للرياء والاعظام وعلي هذا استمر عمل السلف للامة  وخلفها وقد جمعت في هذا جزءا مستقلا جمعت فيه الاحاديث والآثار وأقوال السلف وأفعالهم الدالة على ما ذكرته وذكرت فيه ما خالفها وأوضحت الجواب عنها  - المجموع شرح المهذب - (4 / 633)

Fashal  kelima tentang Mushafahah (bersalaman)………

Pertama : Bersalaman adalah sunah ketika bertemu berdasarkan hadis-hadis Sahih dan Ijma’ para Imam dari Qatadah……(sampai keterangan hadis-hadis berikutnya )…

Dan disunnahkan bersalaman ketika setiap bertemu, adapun apa yang biasa dilakukan manusia yaitu bersalaman sehabis shalat Subuh dan Ashar merupakan sesuatu yang tidak memiliki landasan di dalam syari’at pada konteks ini, akan tetapi itu tidak masalah. Maka sesungguhnya dasar bersalaman adalah sunah, dan ketika mereka mengkhususkan dalam sebagian keadaan dan berlebihan dalam sebagian besar keadaan yang lain, hal itu tidak mengeluarkan sebagian kedaan itu dari adanya hal itu sesuatu yang disyari’atkan. Qaidah ini sudah dijelaskan diakhir bab sifatus shalat…….

(sampai keterangan selanjutnya…..)…

Itulah penjelasan dan pendapat Imam An nawawi, kalau di bandingkan akan sangat jauh cara berfikir dan metodolgi beliau dalam memandang permasalahan Ijtihad, serta dalam menggali hukum dari dalil-dalil Umum. Silahkan di fahami dan di analisa.

Saya tidak akan mentarjih salah satu pendapat dengan membatalkan pendapat yang lain karena kapasitas saya bukan seorang ulama apalagi Mujtahid. Saya hanya bisa memilih salah satu pendapat untuk kepentingan pribadi namun tidak dalam kapasitas menarik kesimpulan untuk dipaksakan kepada Ummat. Demikian mudah-mudahan bermanfaat. (Ciputat, 6 /09/2012, Muhammad Muallif Al jawi)


Al hamdulillah dalam kesempatan lain saya sempat menelaah kitab-kitab lain.

Apa yang di bahas oleh Imam An Nawawi dalam Al Majmu’ di ulas juga dalam Al Adzkar An Nawawiyahnya, inilah penjelasan beliau :
واعلم أن هذه المصافحة مستحبة عند كل لقاء ، وأما ما اعتاده الناس من المصافحة بعد صلاتي الصبح والعصر ، فلا أصل له في الشرع على هذا الوجه ، ولكن لا بأس به ، فإن أصل المصافحة سنة ، وكونهم حافظوا عليها في بعض الأحوال ، وفرطوا فيها في كثير من الأحوال أو أكثرها ، لا يخرج ذلك البعض عن كونه من المصافحة التي ورد الشرع بأصلها.
وقد ذكر الشيخ الإمام أبو محمد عبد السلام رحمه الله في كتابه " القواعد " أن البدع على خمسة أقسام : واجبة ، ومحرمة ، ومكروهة ، ومستحبة ، ومباحة.قال : ومن أمثلة البدع المباحة : المصافحة عقب الصبح والعصر ، والله أعلم. قلت : وينبغي أن يحترز من مصافحة الأمرد الحسن الوجه ، فإن النظر إليه حرام كما قدمنا في الفصل الذي قبل هذا ، وقد قال أصحابنا : كل من حرم النظر إليه حرم مسه ، بل المس أشد ، فإنه يحل النظر إلى الأجنبية إذا أراد أن يتزوجها. وفي حال البيع والشراء والأخذ والعطاء ونحو ذلك ، ولا يجوز مسها في شئ من ذلك ، والله أعلم..)الأذكار النووية (- (1 / 266)

Apa yang di paparkan oleh Imam An Nawawi (631 – 676 H) ternyata mendapat tanggapan dari beberapa ulama, di antaranya adalah, Imam Ibnu Hajar menjelaskan dalam fatul Bari :

قال النووي وأما تخصيص المصافحة بما بعد صلاتي الصبح والعصر فقد مثل بن عبد السلام في القواعد البدعة المباحة بها قال النووي وأصل المصافحة سنة وكونهم حافظوا عليها في بعض الأحوال لا يخرج ذلك عن أصل السنة قلت وللنظر فيه مجال فإن أصل صلاة النافلة سنة مرغب فيها ومع ذلك فقد كره المحققون تخصيص وقت بها دون وقت ومنهم من أطلق تحريم مثل ذلك كصلاة الرغائب التي لا أصل لها ويستثنى من عموم الأمر بالمصافحة المرأة الأجنبية والامرد الحسن  )فتح الباري - ابن حجر (- (11 / 55)

Kemudian Imam Al ‘Adzim Abadi menjelaskan dalam ‘Aunul Ma’bud :

قَالَ النَّوَوِيّ : الْمُصَافَحَة سُنَّة مُجْمَع عَلَيْهَا عِنْد التَّلَاقِي .قَالَ الْحَافِظ : وَيُسْتَثْنَى مِنْ عُمُوم الْأَمْر بِالْمُصَافَحَةِ الْمَرْأَةُ الْأَجْنَبِيَّةُ وَالْأَمْرَدُ الْحَسَنُ اِنْتَهَى .
وَقَالَ النَّوَوِيُّ فِي كِتَاب الْأَذْكَار : وَاعْلَمْ أَنَّ هَذِهِ الْمُصَافَحَة مُسْتَحَبَّة عِنْد كُلّ لِقَاء ، وَأَمَّا مَا اِعْتَادَهُ النَّاس مِنْ الْمُصَافَحَة بَعْد صَلَاتَيْ الصُّبْح وَالْعَصْر فَلَا أَصْل لَهُ فِي الشَّرْع عَلَى هَذَا الْوَجْه وَلَكِنْ لَا بَأْس بِهِ ، فَإِنَّ أَصْل الْمُصَافَحَة سُنَّة ، وَكَوْنُهُمْ حَافَظُوا عَلَيْهَا فِي بَعْض الْأَحْوَال وَفَرَّطُوا فِيهَا فِي كَثِير مِنْ الْأَحْوَال أَوْ أَكْثَرهَا لَا يَخْرُج ذَلِكَ الْبَعْض عَنْ كَوْنه مِنْ الْمُصَافَحَة الَّتِي وَرَدَ الشَّرْع بِأَصْلِهَا .
وَقَدْ ذَكَرَ الْإِمَام أَبُو مُحَمَّد بْن عَبْد السَّلَام أَنَّ الْبِدَع عَلَى خَمْسَة أَقْسَام : وَاجِبَة وَمُحَرَّمَةٌ وَمَكْرُوهَةٌ وَمُسْتَحَبَّةٌ وَمُبَاحَةٌ ، قَالَ وَمِنْ أَمْثِلَةِ الْبِدَعِ الْمُبَاحَةِ الْمُصَافَحَةُ عَقِبَ الصُّبْح وَالْعَصْر اِنْتَهَى .
وَرَدَّ عَلَيْهِ الْعَلَّامَةُ عَلِيٌّ الْقَارِي فِي شَرْح الْمِشْكَاةِ فَقَالَ : وَلَا يَخْفَى أَنَّ فِي كَلَام الْإِمَام نَوْعُ تَنَاقُضٍ لِأَنَّ إِتْيَان السُّنَّة فِي بَعْض الْأَوْقَات لَا يُسَمَّى بِدْعَةً مَعَ أَنَّ عَمَلَ النَّاسِ فِي الْوَقْتَيْنِ الْمَذْكُورَيْنَ لَيْسَ عَلَى وَجْه الِاسْتِحْبَاب الْمَشْرُوع ، فَإِنَّ مَحَلّ الْمُصَافَحَة الْمَشْرُوعَة أَوَّل الْمُلَاقَاة وَقَدْ يَكُون جَمَاعَة يَتَلَاقَوْنَ مِنْ غَيْر مُصَافَحَة وَيَتَصَاحَبُونَ بِالْكَلَامِ وَمُذَاكَرَةِ الْعِلْمِ وَغَيْرِهِ مُدَّةً مَدِيدَةً ثُمَّ إِذَا صَلَّوْا يَتَصَافَحُونَ فَأَيْنَ هَذَا مِنْ السُّنَّة الْمَشْرُوعَةِ ، وَلِهَذَا صَرَّحَ بَعْض عُلَمَائِنَا بِأَنَّهَا مَكْرُوهَةٌ مِنْ الْبِدَع الْمَذْمُومَة اِنْتَهَى كَلَامه .
قُلْت : وَاَلَّذِي قَالَهُ عَلِيٌّ الْقَارِي هُوَ الْحَقّ وَالصَّوَاب ، وَقَوْل النَّوَوِيّ خَطَأ . وَتَقْسِيم الْبِدَع إِلَى خَمْسَة أَقْسَام كَمَا ذَهَبَ إِلَيْهِ الْإِمَام اِبْن عَبْد السَّلَام وَتَبِعَهُ عَلَيْهِ الْإِمَام النَّوَوِيّ أَنْكَرَ عَلَيْهِ جَمَاعَةٌ مِنْ الْعُلَمَاءُ الْمُحَقِّقِينَ وَمِنْ آخِرِهِمْ شَيْخُنَا الْقَاضِي الْعَلَّامَة بَشِير الدِّين الْقِنَّوْجِيُّ رَحِمَهُ اللَّه فَإِنَّهُ رَدَّ عَلَيْهِ رَدًّا بَالِغًا .
قُلْت : وَكَذَا الْمُصَافَحَة وَالْمُعَانَقَة بَعْد صَلَاة الْعِيدَيْنِ مِنْ الْبِدَعِ الْمَذْمُومَةِ الْمُخَالِفَةِ لِلشَّرْعِ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ .
.) عون المعبود شرح سنن أبي داود (مراجع) - (14 / 122)

Kemudian Al Mubarokfuri (1353 H) juga membahas dalam Tuhfatul Ahwadzi :

. وَقَالَ النَّوَوِيُّ الْمُصَافَحَةُ سُنَّةٌ مُجْمَعٌ عَلَيْهَا عِنْدَ التَّلَاقِي . قَالَ الْحَافِظُ : وَيُسْتَثْنَى مِنْ عُمُومِ الْأَمْرِ بِالْمُصَافَحَةِ الْمَرْأَةُ الْأَجْنَبِيَّةُ وَالْأَمْرَدُ الْحَسَنُ اِنْتَهَى .

تَنْبِيهٌ : قَالَ النَّوَوِيُّ فِي الْأَذْكَارِ : اِعْلَمْ أَنَّ هَذِهِ الْمُصَافَحَةَ مُسْتَحَبَّةٌ عِنْدَ كُلِّ لِقَاءٍ وَأَمَّا مَا اِعْتَادَهُ النَّاسُ مِنْ الْمُصَافَحَةِ بَعْدَ صَلَاتَيْ الصُّبْحِ وَالْعَصْرِ فَلَا أَصْلَ لَهُ فِي الشَّرْعِ عَلَى هَذَا الْوَجْهِ وَلَكِنْ لَا بَأْسَ بِهِ فَإِنَّ أَصْلَ الْمُصَافَحَةِ سُنَّةٌ وَكَوْنُهُمْ حَافَظُوا عَلَيْهَا فِي بَعْضِ الْأَحْوَالِ وَفَرَّطُوا فِيهَا فِي كَثِيرٍ مِنْ الْأَحْوَالِ أَوْ أَكْثَرِهَا لَا يُخْرِجُ ذَلِكَ الْبَعْضَ عَنْ كَوْنِهِ مِنْ الْمُصَافَحَةِ الَّتِي وَرَدَ الشَّرْعُ بِأَصْلِهَا . وَقَدْ ذَكَرَ الْإِمَامُ أَبُو مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ السَّلَامِ أَنَّ الْبِدَعَ عَلَى خَمْسَةِ أَقْسَامٍ وَاجِبَةٍ وَمُحَرَّمَةٍ وَمَكْرُوهَةٍ وَمُسْتَحَبَّةٍ وَمُبَاحَةٍ قَالَ وَمِنْ أَمْثِلَةِ الْبِدَعِ الْمُبَاحَةِ الْمُصَافَحَةُ عَقِبَ الصُّبْحِ وَالْعَصْرِ اِنْتَهَى . قَالَ الْحَافِظُ بَعْدَ ذِكْرِ كَلَامِ النَّوَوِيِّ هَذَا مَا لَفْظُهُ : وَلِلنَّظَرِ فِيهِ مَجَالٌ فَإِنَّ أَصْلَ صَلَاةِ النَّافِلَةِ سُنَّةٌ مُرَغَّبٌ فِيهَا وَمَعَ ذَلِكَ فَقَدْ كَرِهَ الْمُحَقِّقُونَ تَخْصِيصَ وَقْتٍ بِهَا دُونَ وَقْتٍ ، وَمِنْهُمْ مَنْ أَطْلَقَ مِثْلَ ذَلِكَ كَصَلَاةِ الرَّغَائِبِ الَّتِي لَا أَصْلَ لَهَا اِنْتَهَى . وَقَالَ الْقَارِي بَعْدَ ذِكْرِ كَلَامِ النَّوَوِيِّ : وَلَا يَخْفَى أَنَّ فِي كَلَامِ الْإِمَامِ نَوْعَ تَنَاقُضٍ لِأَنَّ إِتْيَانَ السُّنَّةِ فِي بَعْضِ الْأَوْقَاتِ لَا يُسَمَّى بِدْعَةً مَعَ أَنَّ عَمَلَ النَّاسِ فِي الْوَقْتَيْنِ الْمَذْكُورَيْنِ لَيْسَ عَلَى وَجْهِ الِاسْتِحْبَابِ الْمَشْرُوعِ ، فَإِنَّ مَحَلَّ الْمُصَافَحَةِ الْمَشْرُوعَةِ أَوَّلُ الْمُلَاقَاةِ وَقَدْ يَكُونُ جَمَاعَةٌ يَتَلَاقَوْنَ مِنْ غَيْرِ مُصَافَحَةٍ وَيَتَصَاحَبُونَ بِالْكَلَامِ وَمُذَاكَرَةِ الْعِلْمِ وَغَيْرِ مُدَّةٍ مَدِيدَةٍ ثُمَّ إِذَا صَلَّوْا يَتَصَافَحُونَ ، فَأَيْنَ هَذَا مِنْ السُّنَّةِ الْمَشْرُوعَةِ ، وَلِهَذَا صَرَّحَ بَعْضُ عُلَمَائِنَا بِأَنَّهَا مَكْرُوهَةٌ حِينَئِذٍ وَأَنَّهَا مِنْ الْبِدَعِ الْمَذْمُومَةِ اِنْتَهَى . قُلْت : الْأَمْرُ كَمَا قَالَ الْقَارِي وَالْحَافِظُ . وَقَالَ صَاحِبُ عَوْنِ الْمَعْبُودِ : وَتَقْسِيمُ الْبِدَعِ إِلَى خَمْسَةِ أَقْسَامٍ كَمَا ذَهَبَ إِلَيْهِ اِبْنُ عَبْدِ السَّلَامِ وَتَبِعَهُ النَّوَوِيُّ أَنْكَرَ عَلَيْهِ جَمَاعَةٌ مِنْ الْعُلَمَاءِ الْمُحَقِّقِينَ وَمِنْ آخِرِهِمْ شَيْخُنَا الْقَاضِي الْعَلَّامَةُ بَشِيرُ الدِّينِ الْقَنُوجِيُّ فَإِنَّهُ رَدَّ عَلَيْهِ رَدًّا بَلِيغًا قَالَ : وَكَذَا الْمُصَافَحَةُ وَالْمُعَانَقَةُ بَعْدَ صَلَاةِ الْعِيدَيْنِ مِنْ الْبِدَعِ الْمَذْمُومَةِ الْمُخَالِفَةِ لِلشَّرْعِ اِنْتَهَى . قُلْت : وَقَدْ أَنْكَرَ الْقَاضِي الشَّوْكَانِيُّ أَيْضًا عَلَى تَقْسِيمِ الْبِدْعَةِ إِلَى الْأَقْسَامِ الْخَمْسَةِ فِي نَيْلِ الْأَوْطَارِ فِي بَابِ الصَّلَاةِ فِي ثَوْبِ الْحَرِيرِ وَالْقَصَبِ ، وَأَنْكَرَ عَلَيْهِ أَيْضًا صَاحِبُ الدِّينِ الْخَالِصِ وَرَدَّهُ بِسِتَّةِ وُجُوهٍ .قَوْلُهُ : ( هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ ) وَأَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ . )تحفة الأحوذي (- (7 / 36)

Itulah beberapa tanggapan para ulama terhadap pendapat Imam An Nawawi yang tidak setuju dan bahkan menganggap Imam Nawawi salah serta mengkritisi inkonsistensinya dalam metodologi karena tidak mempermasalahkan berjabat tangan setelah shalat. (Muhammad Muallif, Ciputat, 9/11/12).

Apa yang menjadi diskusi para ulama tentang pendapat Imam An Nawawi cukup menarik untuk kita cermati. Kalau kita kaji pemikiran Imam Nawawi, maka kita akan memperoleh pemahaman bahwa Imam Nawawi sangat konsisten dengan metodologinya, berbeda dengan ulama-ulama yang lain. Apa yang dikatakan oleh Ali Al Qori bahwa Imam Nawawi tidak konsisten perlu kita lihat lagi, dalam konteks apa beliau berbicara. Karena kita harus melihat apa yang sudah disebutkan oleh Imam nawawi bahwa kaidah yang beliau tetapkan tidak hanya dalam masalah Berjabat tangan setelah shalat namun sebagaimana beliau jelaskan, diterapkan juga dalam kasus shalat Sunnah secara berjama’ah. Anda boleh melihat lagi penjelasan beliau. Inilah penjelasan beliau.
(الثامنة) قد سبق ان النوافل لا تشرع الجماعة فيها الا في العيدين والكسوفين والاستسقاء وكذا التراويح والوتر بعدها إذا قلنا بالاصح ان الجماعة فيها أفضل وأما باقى النوافل كالسنن الراتبة مع الفرائض والضحي والنوافل المطلقة فلا تشرع فيها الجماعة أي لا تستحب لكن لو صلاها جماعة جاز ولا يقال انه مكروه وقد نص الشافعي رحمه الله في مختصري البويطي والربيع علي انه لا باس بالجماعة في النافلة ودليل جوازها جماعة احاديث كثيرة في الصحيح منها حديث عتبان ابن مالك رضى الله عنه أن النبي صلي الله عليه وسلم " جاءه في بيته بعد ما اشتد النهار ومعه أبو بكر رضي الله عنه فقال النبي صلي الله عليه وسلم أين تحب أن أصلى من بيتك فاشرت إلى المكان الذى أحب ان يصلى فيه فقام وصفنا خلفه ثم سلم وسلمنا حين سلم " رواه البخاري ومسلم وثبتت الجماعة في النافلة مع رسول الله صلي الله عليه وسلم من رواية ابن عباس وأنس بن مالك وابن مسعود وحذيفة رضى الله عنهم واحاديثهم كلها في الصحيحين الا حديث حذيفة ففى مسلم فقط والله أعلم   )المجموع شرح المهذب (- (4 / 55)

“ Sudah lewat penjelasannya bahwa shalat-shalat sunat tidak disyariatkan dengan cara berjama’ah kecuali shalat dua hari raya, shalat dua gerhana dan istisqo’. Begitu pula Tarawih dan witir setelah tarawih, ketika kami mengatakan yang lebih sohih, adalah bahwa berjama’ah di dalam (tarawih dan witir) adalah lebih afdhol. Adapun shalat-shalat sunah yang lain seperti shalat rawatib bersama shalat fardhu, Duha dan shalat sunah mutlak maka di dalam shalat itu tidak disyarai’atkan berjama’ah yaitu tidak anjurkan /disunnahkan akan tetapi jika melaksanakannya secara berjama’ah maka hal itu boleh-boleh saja……(sampai akhir keterangan)..

Itulah perbedaan pemikiran Imam An Nawawi. Perbedaan itu juga dipengaruhi oleh pendapat beliau tentang pengertian bid’ah. Berbeda dengan Imam As Syaukani dan orang-orang yang sependapat dengan beliau, sebagaiman dijelaskan oleh Mubarokfuri, dimana bahwa semua bid’ah adalah sesat walaupun dalam sisi yang lain ternyata imam Syaukani mengutip juga penjelasan Imam Al hafidz Ibnu Hajar dalam fatul Barinya tentang pembagian beberapa Bid’ah tanpa ada komentar. Imam An Nawawi berpendapat akan adanya pembagian beberapa bid’ah tidak hanya dua namun menjadi lima bagian sesuai dengan hukum fiqih, pendapat itu juga banyak didukung oleh mayoritas ulama yang lain seperti Imam Syafi’I, Imam Ibnu Abdil Barr, Al Hafidz Ibnu al Atsir Al Jazari, Al Hafidz Ibnu al Arabi al Maliki, Al Imam Izzuddin bin Abdussalam, Imam Ibnu Hjar Al Asqalani, Al Imam Al Aini, Al Imam As Shan’ani dan lain-lain.

Ada beberapa catatan yang ingin saya tulis, pertama, bahwa pengertian dan pengkatagorian bahwa suatu amal itu termasuk bid’ah atau bukan jika tidak dijelaskan secara khusus oleh Nabi adalah masuk dalam wilayah ijtihadi, karena hal itu berawal dari pemahaman para ulama terhadap dalil-dalil umum, apakah bersifat mutlak atau memang dibatasi atau di takhsish. Tentunya ada yang disepakati dan ada pula yang tidak disepakati. Artinya kalau itu masalah ijithadi maka itu adalah hak para ulama untuk berpendapat dan jika itu masalah ijtihadi maka pasti ada perbedaan pendapat. Dan jika itu adalah masalah khilafiyah maka tidak ada otoritas bagi yang lain bisa membatalkan salah satu pendapat. Boleh jadi sesuatu hal disepakati bhawa hal itu adalah bid’ah namun ada juga yang menurut sebagian ulama bid’ah namun menurut yang lain tidak bid’ah. Boleh jadi bid’ah menurut yang lain namun Menurut Imam An Nawawi tidak bid’ah, salah menurut Al Adzim Abadzi belum tentu salah menurut Imam An Nawawi. Kedua, tidak semua yang tidak pernah dilakukan oleh dan di masa Rasul adalah tercela karena banyak sekali anjuran, data-data dan fakta tentang adanya bid’ah hasanah atau sesuatu tidak dilakukan & dianjurkan oleh dan dimasa Nabi yang dianggap baik.(mungkin dalam kesempatan lain saya paparkan). Ketiga, Kalau pengertian sunnah adalah sesuatu yang dilakukan dan dianjurkan Nabi dan bid’ah adalah sesuatu yang tidak dilakukan dan dianjurkan Nabi, maka jika berjabat tangan setelah shalat tidak pernah dilakukan dimasa Nabi, Nabi juga tidak pernah menjelaskan secara khusus tentang larangan berjabat tangan setelah shalat. Jadi jika kita melarang berjabat tangan setelah shalat dan menganggapnya perbuatan dosa dan haram sebenarnya kita juga melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan Nabi. Keempat, Menurut kesepakatan para ulama bahwa berjabat tangan secara ketika bertemu adalah sunnah dalam pengertian dianjurkan sebagaimana dijelaskan Imam An Nawawi, berjabat tangan secara umumpun disunahkan artinya jika ketika bertemu dengan saudara kita tidak berjabat tanganpun tidak ada masalah, maka bagaimana mungkin berjabat tangan diluar itu dilarang dan dianggap bid’ah dholalah (kalau bid’ah mubahat mungkin itu lebih tepat) apalagi diangap haram. Kelima, Pengertian tidak Masyru’ menurut Imam An Nawawi adalah tidak disunahkan dalam arti tidak dianjurkan artinya kalaupun dilakukan tidak masalah.Keenam, berjabat tangan setelah shalat tidak keluar dari pokok anjuran berjabat tangan, hanya dalam masalah teknis waktu dan tempatnya saja yang berbeda.Ketujuh, Shalat berjama’ah merupakan salah satu sarana bertemunya ummat Islam dalam setiap waktu maka jika tidak sempat berjabat tangan kecuali setelah selesainya shalat hal itu tetap baik untuk dilakukan, namun kita juga tidak mesti mewajibkan atau mengharuskan bahwa setiap selesai shalat kita mesti berjabat tangan.
                                     
Itulah catatan dan pikiran-pikiran saya, menurut saya pendapat Imam An Nawawi sudah tepat dan paling baik dalam memahami syari’at Islam, dan itulah celah-celah ruang perbedaan pendapat para ulama semoga menambah wawasan dan saya berpesan semoga kita tetap bisa menjaga dan menghormati perbedaan amaliyah yang sudah ada didalam masyarakat Indonesia. Wallohul Muwaffiq Ila Aqwamitthaariq.  (Ciputat, 24/11/2012, Al Faqir ila Rohmati robihi.Muallip)




Link ke Facebook

Wednesday, November 21, 2012

Download Jadwal Semester Ganjil MA TP 2012/2013


Untuk mempermudah dan mempercepat pengiriman jadwal semester Ganjil Madrasah Aliyah yang bernaung dibawah KKM MA Muallimin NW Anjani Lombok Timur maka berikut ini kami sediakan Link Download Jadwal Semester Ganjil Tersebut.
 
untuk download klik disini
atau download disini

Link ke Facebook