SEMOGA ADA SETITIK BAROKAH TERSIRAT DARI SAJIAN YANG TERSURAT SEHINGGA HIDUP LEBIH BERMAKNA DAN BERGUNA

Thursday, November 26, 2009

Bule Sang Pengelola Sampah Senggigi

Motivasi Hidup Bersih muncul dari seorang Bule yang Masuk Islam dan tinggal di Daerah Senggigi Lombok Barat. Dia bernama Husin Abdullah (nama asalnya aku lupa...) Hidupnya yang sudah berusia cukup lanjut tidak membuatnya surut, berkarya untuk negara tempat tinggalnya yang baru yaitu di Indonesia Timur ini. Husin Abdullah terpanggil hatinya untuk menjadi pemungut sampah didaerah pantai Senggigi disebabkan karena melihat banyak sekali sampah yang berserakan disepanjang pantai tempat masyarakat umum datang untuk berlibur. Pemandangan yang begitu indah seketika tercemar oleh banyaknya sampah-sampah yang dibuang sembarangan oleh para pengunjung ditempat tersebut. Rupanya kesadaran akan kebersihan lingkungan masih sangat kurang dimata mereka, atau mungkin karena tidak peduli dengan kondisi sekelilingnya sehingga semau gue membuang sampah disembarang tempat.

Dari itulah Husin, seorang bule yang kawin dengan orang asli lombok bernama Hawa dan mendapatkan dua anak, mempunyai inisiatif yang cukup cemerlang, memungut sampah dimanapun ia temukan, agar tercipta lingkungan yang indah , menjadi Pulau Lombok yang bersih dan hijau ungkapnya. Sehingga dengan karyanya yang baik tersebut pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2004 menganugrahinya Penghargaan sebagai tokoh pencinta lingkungan
Dalam ceritanya Husin mengungkapkan bahwa Kegiatan ini sudah dilakukan sejak 28 Tahun yang lalu. Ia senantiasa mengerjakan rutinitas memungut sampah dimanapun ia berada, dipantai, dijalanan, dihalaman rumah, kebun dan sebagainya. Sehingga beberapa orang yang melihatnya terkadang menganggapnya sebagai orang gila, diejek dan dihina. Dia tau dirinya dianggap demikian karena sudah mahir berbahasa indonesia. Tapi itu tidak membuatnya patah semangat, ia terus melakukan pekerjaannya setiap hari.
Lalu Kemanakah sampah itu dibuang ?
Rupanya pemikiran Husin sangat cemerlang, tidak hanya sebatas mengumpulkan sampah lalu dibuang dibak sampah atau tong sampah, atau dibuang dikolong jembatan, atau dikirim ke mobil pengangkut sampah. Tapi Husin mengolah sampah tersebut menjadi Pupuk Kompos. Hasil Penjualannya tidak ia nikmati sama sekali, tapi dinikmati oleh karyawan yang membatunya untuk mengolah sampah tersebut, Harganya Rp.3000 per bungkus. Sungguh Luar Biasa...
Alat yang mereka gunakan pun itu adalah hasil karyanya sendiri, dan dia akui bahwa karyanya merakit alat penghancur sampah tersebut seratus persen buatan lombok ungkapnya, dan dia mengakui alat itu sangat bagus tidak seperti alat yang dipakai dinegaranya dulu. Ia dibantu oleh anaknya yang paling besar yang setiap hari menemaninya dikala ada waktu senggang sepulang sekolah. Mula-mula anaknya juga malu melakukan pekerjaan tersebut, namun dengan motivasi yang diberikan oleh ayahnya membuat ia semakin tegar dan semakin percaya diri untuk melakukan pekerjaan mulia ini.
Satu hal yang patut menjadi renungan bagi kita, yaitu Ketekunan dan Kesabaran dari pak Husin dalam melakukan pekerjaan ini. Dapatkah anda melakukannya jika pekerjaan tersebut menjadi rutinitas anda setiap hari namun sepeserpun anda tidak mendapatkan hasil dari pekerjaan yang anda lakukan, apalagi sampai menjual Sepeda Motor anda untuk membiayai hidup gara-gara tidak ada pendapatan karena hanya melakukan pekerjaan tersebut. Saya yakin anda mengatakan tidak sanggup....
Namun apa yang terjadi pada diri pak Husin?......
Itulah yang ia lakukan. Menjual Sepeda Motor kesayangannya karena kehabisan biaya hidup bersama keluarga karena tidak ada sumber penghasilan tetap. Namun pekerjaan memungut sampah menjadi kecintaan bagi dirinya. Sehingga walaupun dia kekurangan rizki, ia masih tetap tekun dan sabar melakukan pekerjaan tersebut.
Anaknya pun bertekad untuk melanjutkan rutinitas ayahnya, dia akan mencari jalan keluar yang lebih baik untuk membersihkan lingkungan yang ada disekitarnya bersih dari sampah, dan sampah tersebut bisa diolah menjadi bahan yang berguna untuk kesuburan tanah.
Yang menjadi pertanyaan bagi kita saat ini adalah ????
Tidakkah kita merasa malu dan seketika ini dapat merubah diri menjadi orang yang sadar dengan keadaan lingkungan sekitar ?
Akankah orang bule lebih menyadari kondisi wilayah kita dari pada kita sendiri yang menempati wilayah tersebut???
Mari kita renungkan.....
Selamat Merenung...... tapi bukan Be’o.......l ya...
See u.... next time

Link ke Facebook

0 komentar: