SEMOGA ADA SETITIK BAROKAH TERSIRAT DARI SAJIAN YANG TERSURAT SEHINGGA HIDUP LEBIH BERMAKNA DAN BERGUNA

Friday, November 4, 2011

BERPUASA HARI JUMAT


Berkenaan dengan berpuasa pada hari Jumat Imam Bukhari meriwayatkan Hadits :

حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ شَيْبَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبَّادٍ قَالَ سَأَلْتُ جَابِرًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الْجُمُعَةِ قَالَ نَعَمْ
زَادَ غَيْرُ أَبِي عَاصِمٍ يَعْنِي أَنْ يَنْفَرِدَ بِصَوْمٍ


Artinya :”Telah menceritakan kepada kami Abu 'Ashim dari Ibnu Juraij dari 'Abdul Hamid bin Jubair bin Syaibah dari Muhammad bin 'Abbad berkata; "Aku bertanya kepada Jabir radliallahu 'anhu apakah benar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah melarang puasa pada hari Jum'at? Dia menjawab: "Benar". Selain 'Abu 'Ashim, para perawi menambahkan:"Yakni apabila mengkhususkan hari Jum'at untuk berpuasa".(Shahih Bukhari : Kitab : As Siyam, Bab , Puasa pada Hari Jumat, 1985)

حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِلَّا يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ

Artinya : “Telah menceritakan kepada kami 'Umar bin Hafsh bin Ghiyats telah menceritakan kepada kami bapakku telah menceritakan kepada kami Al A'masy telah menceritakan kepada kami Abu Shalih dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; "Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah seorang dari kalian berpuasa pada hari Jum'at kecuali dibarengi dengan satu hari sebelum atau sesudahnya".(Shahih Bukhari : Kitab : As Siyam, Bab , Puasa pada Hari Jumat, )

Dalam riwayat lain :

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ شُعْبَةَ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدٌ حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ عَنْ جُوَيْرِيَةَ بِنْتِ الْحَارِثِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَيْهَا يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَهِيَ صَائِمَةٌ فَقَالَ أَصُمْتِ أَمْسِ قَالَتْ لَا قَالَ تُرِيدِينَ أَنْ تَصُومِي غَدًا قَالَتْ لَا قَالَ فَأَفْطِرِي
وَقَالَ حَمَّادُ بْنُ الْجَعْدِ سَمِعَ قَتَادَةَ حَدَّثَنِي أَبُو أَيُّوبَ أَنَّ جُوَيْرِيَةَ حَدَّثَتْهُ فَأَمَرَهَا فَأَفْطَرَتْ

Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Yahya dari Syu'bah. Dan diriwayatkan pula, telah menceritakan kepada saya Muhammad telah menceritakan kepada kami Ghundar telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Qatadah dari Abu Ayyub dari Juwairiyah binti Al harits radliallahu 'anha bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menemuinya pada hari Jum'at ketika dia sedang berpuasa. Beliau bertanya: "Apakah kemarin kamu juga berpuasa?" Dia menjawab: "Tidak". Beliau bertanya lagi: "Apakah besok kamu berniat berpuasa?" Dia menjawab: "Tidak". Maka Beliau berkata: "Berbukalah (batalkanlah) ". Dan berkata, Hammad bin Al Ja'di dia mendengar Qatadah telah menceritakan kepada saya Abu Ayyub bahwa Juwairiyah menceritakan kepadanya bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkannya agar dia membatalkan puasanya. ".(Shahih Bukhari : Kitab : As Siyam, Bab , Puasa pada Hari Jumat)

Hadis-hadits yang semisal di atas juga diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Daud dan Imam Ibnu Majah.

Berkenaan dengan kandungan hadits di atas Imam Al Hafidz Ahmad Bin Ali Bin Hajar Al Atsqalani (852-773 H) menjelaskan di dalam Fatul Barinya :

واستدل بأحاديث الباب على منع افراد يوم الجمعة بالصيام ونقله أبو الطيب الطبري عن أحمد وبن المنذر وبعض الشافعية وكأنه أخذه من قول بن المنذر ثبت النهى عن صوم يوم الجمعة كما ثبت عن صوم يوم العيد وزاد يوم الجمعة الأمر بفطر من أراد افراده بالصوم فهذا قد يشعر بأنه يرى بتحريمه وقال أبو جعفر الطبري يفرق بين العيد والجمعة بان الإجماع منعقد على تحريم صوم يوم العيد ولو صام قبله أو بعده بخلاف يوم الجمعةفالإجماع منعقد على جواز صومه لمن صام قبله أو بعد

“Hadis-hadis pada bab ini dijadikan dalil larangan berpuasa hanya pada hari Jum’at saja. Abu Toyyib At Tabari menukil dari Ahmad dan Ibnu Mundzir dan sebagian Ulama-ulama Syafi’iyyah dan sepertinya Abu Toyyib mengambil dari perkataan Ibnu Mundzir : Tetapnya larangan berpuasa pada hari Jum’at sebagaimana tetapnya larangan berpuasa pada hari raya, dan tambahan perintah untuk berbuka bagi yang hendak berpuasa hanya pada hari Jumat, hal ini dirasakan sebagai pandangan pengharamannya. Abu Ja’far At Tabari mengatakan : harus dibedakan antara hari raya dan hari Jum’at karena berdasarkan Ijma’tetap adanya pengharaman berpuasa pada hari raya walaupun berpuasa sebelumnya atau sesudahnya berbeda dengan hari Jum’at. maka berdasarkan Ijma’ dibolehkan berpuasa pada Hari Jum’at bagi yang berpuasa sebelumnya atau sesudahnya.”

 ونقل بن المنذر وبن حزم منع صومه عن على وأبي هريرة وسلمان وأبي ذر قال بن حزم لا نعلم لهم مخالفا من الصحابة وذهب الجمهور إلى أن النهى فيه للتنزيه وعن مالك وأبي حنيفة لا يكره قال مالك لم أسمع أحدا ممن يقتدى به ينهى عنه

“Ibnu Mundzir dan Ibnu Hazm menukil tentang larangan berpuasa pada hari Jum’at dari Ali, Abi Hurarirah, Salman dan Abi Dzarr. Ibnu Hazm berkata : kami tidak mengetahui dari mereka orang yang menyalahi dari para sahabat. Mayoritas ulama berpendapat bahwa larangan di dlamnya (puasa pada hari Jum’at) adalah tanziih. Dan dari Malik dan Abi Hanifah, tidak dimakruhkan. Malik berkata : aku tidal pernah mendengar dari seseorang yang dijadikan anutan yang pernah melarangnya (berpuasa).”

 قال الداودي لعل النهى ما بلغ مالكا وزعم عياض أن كلام مالك يؤخذ منه النهى عن افراده لأنه كره أن يخص يوم من الأيام بالعبادة فيكون له في المسألة روايتان

“Ad Daud berkata : barangkali larangan (berpuasa hari Jumat) tidak sampai kepada Malik. ‘Iyadh menyangka bahwa perkataan Imam Malik  di ambil dari beliau berkenaan tentang larangan hanya pada hari Jumat saja karena hal itu dimakruhkan jika hanya dikhususkan satu hari untuk beribadah dari hari2 yang lain. Maka bagi Imam Malik dalm masalh ini ada dua riwayat.”

 وعاب بن العربي قول عبد الوهاب منهم يوم لا يكره صومه مع غيره فلا يكره وحده لكونه قياسا مع وجود النص
“Ibnu Arabi mencela perkataan Abdul Wahab dari mereka : hari yang tidak dimakruhkan berpuasanya (jumat) bersama yang lain dan tidak dimakruhkan pula sendirinya (Jumat), dikiyaskan dengan adanya Nass.”

واستدل الحنفية بحديث بن مسعود كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يصوم من كل شهر ثلاثة أيام وقلما كان يفطر يوم الجمعة حسنة الترمذي وليس فيه حجة لأنه يحتمل أن يريد كان لا يتعمد فطره إذا وقع في الأيام التي كان يصومها ولا يضاد ذلك كراهة افراده بالصوم جمعا بين الحديثين ومنهم من عده من الخصائص
وليس بجيد لأنها لا تثبت بالاحتمال

“ Al Hanafiyah beragumentasi dengan hadits Ibnu Mas’ud, Rasulullah Saw berpuasa tiga hari dari tiap-tiap bulan jarang di dapati tidak berpuasa pada hari Jum’at.(hadis ini dihasankan oleh At turmudzi). Di dalamnya tidak terdapat hujjah karena mungkin saja Nabi SAW berkeinginan tidak berniat berbuka ketika melakukannya  pada hari-hari beliau berpuasa dan hal itu tidak bertentangan dengan makruhnya berpuasa hanya pada hari Jum’at. Sebagai kompromi (jam’an) antara dua hadits, dan sebagian mereka menganggap hal itu sebagai kekhususan Nabi, tetapi itu bukan hal yang baik karena  kekhususan itu tidak bisa ditetapkan berdasarkan kemungkinan.”

 والمشهور عند الشافعية وجهان أحدهما ونقله المزني عن الشافعي أنه لا يكره الا لمن اضعفه صومه عن العبادة التي تقع فيه من الصلاة والدعاء والذكر والثاني وهو الذي صححه المتأخرون كقول الجمهور

“ Yang populer menurut Ulama Madzhab Syafi’I ada dua pendapat : pertama: dinukil oleh Al muzani dari As Syafi’I bahwa hal itu (berpuasa hanya pada hari Jum’at) tidak makruh, kecuali bagi orang yang puasanya menyebabkan lemahnya ibadah-ibadah yang lain yang berbarengan dikerjaan seperti shalat, Doa dan dzikir.”

واختلف في سبب النهى عن افراده على أقوال أحدها لكونه يوم عيد والعيد لا يصام واستشكل ذلك مع الإذن بصيامه مع غيره وأجاب بن القيم وغيره بأن شبهه بالعيد لا يستلزم استواءه معه من كل جهة ومن صام معه غيره انتفت عنه صورة التحري بالصوم
“Dijadikan perbedaan pendapat tentang sebab larangan berpuasa hanya pada hari Jum’at menjadi beberapa pendapat : Pertama: karena hari Jum’at adalah Hari raya, dan hari raya tidak boleh berpuasa. Namun hal itu musykil ketika diizinkan puasa hari Jumat bersamaan dengan hari yang lain. Ibnu Al Qoyyim dan yang lain memberikan jawaban bahwa Syubhatnya hari Jumat dengan hari raya tidak mewajibkan penyamaan hari jumat dengan hari raya dari semua sisi, dan barangsiapa yang berpuasa hari Jumat bersamaan dengan hari yang lainnya maka hilanglah darinya bentuk tuntutan dengan puasa .”    

 ثانيها لئلا يضعف عن العبادة وهذا اختاره النووي وتعقب ببقاء المعنى المذكور مع صوم غيره معه وأجاب بأنه يحصل بفضيلة اليوم الذي قبله أو بعده جبر ما يحصل يوم صومه من فتور أو تقصير وفيه نظر فإن الجبران لا ينحصر في الصوم بل يحصل بجميع افعال الخير فيلزم منه جواز افراده لمن عمل فيه خيرا كثيرا يقوم مقام صيام يوم قبله أو بعده كمن أعتق فيه رقبة مثلا ولا قائل بذلك وأيضا فكأن النهى يختص بمن يخشى عليه الضعف لامن يتحقق القوة ويمكن الجواب عن هذا بأن المظنة أقيمت مقام المئنة كما في جواز الفطر في السفر لمن لم يشق عليه
“Kedua : Supaya seseorang tidak lemah dari melakukan ibadah, inilah pendapat yang dipilih An Nawawi, dan pendapat ini beriringan dengan pengertian yang telah disebutkan , bersamaan dengan puasa selain hari Jumat. Imam An Nawawi memberikan jawaban bahwa keutamaan hari sebelum atau sesudah hari Jumat bisa dicapai dengan menambal apa yang dihasilkan pada hari berpuasanya yaitu berbuka atau kekurangan. Di dalam hal ini ada pandangan bahwa menambal tidak bisa disederhanakan dalam puasa. Akan tetapi bisa diperoleh dengan semua amal kebaikan, maka wajib dariya bolehnya menyendirikan Jumat bagi orang yang akan berbuat kebaikan yang banyak, menempati posisi puasa sehari sebelum dan sesudah Jumat, seperti orang yang memerdekakan budak pada hari itu dan tidak ada yang berkata dengan hal itu. Begitu juga Sepertinya larangan itu khusus bagi orang yang takut kelemahan atasnya bukan orang yang nyata kuatnya.? Maka kemungkinkan untuk menjawab pertanyaan ini adalah bahwa persangkaan ditempatkan pada posisi makanan seperti bolehnya berbuka dalam perjalanan bagi orang yang merasakan keberatan.”

 ثالثها خوف المبالغة في تعظيمه فيفتتن به كما افتتن اليهود بالسبت وهو منتقض بثبوت تعظيمه بغير الصيام وأيضا فاليهود لا يعظمون السبت بالصيام فلو كان الملحوظ ترك موافقتهم لتحتم صومه لأنهم لا يصومونه وقد روى أبو داود والنسائي وصححه بن حبان من حديث أم سلمة أن النبي صلى الله عليه و سلم كان يصوم من الأيام السبت والاحد وكان يقول إنهما يوما عيد للمشركين فأحب أن اخالفهم
“Ketiga : Khawatir berlebihan dalam mengagungkan hari Jumat maka akan menjadi fitnah sebagimana orang Yahudi diuji dengan hari Sabtu. Hal itu runtuh dengan tetapnya pengagungan Jumat dengan selain berpuasa, begitu pula orang Yahudi tidak mengagungkan hari Sabtu dengan berpuasa, maka jika yang dipandang meninggalkan kesamaan dengan Yahudi maka sungguh akan menjadi wajib berpusanya(Jumat) karena orang Yahudi tidak berpuasa. Abu daud, An nasai dan dishohihkan oleh Ibnu Hibban telah meriwayatkan dari Hadisnya Ummi Salamah Bahwa Rasulullah SAW benar-benar berpuasa dari hari-hari Sabtu dan Ahad dan Beloiau berkata sesungguhnya keduanya (Sabtu & Ahad) adalah hari raya orang-orang musyrik maka aku suka untuk berbeda dengan mereka.”

 رابعها خوف اعتقاد وجوبه وهو منتقض بصوم الإثنين والخميس وسيأتى ذكر ما ورد فيهما في الباب الذي يليه
“Keempat : Khawatir meykini kewajibannya, hal itu dibatalkan dengan puasa hari senen, kamis dan akan datang tentang pembahasan keduanya pada bab setelah ini.”

 خامسها خشية أن يفرض عليهم كما خشي صلى الله عليه و سلم من قيامهم الليل ذلك قال المهلب وهو منتقض بإجازة صومه مع غيره وبأنه لو كان كذلك لجاز بعده صلى الله عليه و سلم لارتفاع السبب لكن المهلب حمله على ذلك اعتقاده عدم الكراهة على ظاهر مذهبه
“Kelima :Khawatir puasa Jumat diwajibkan atas mereka sebagaimana khawatirnya Rasulullah SAW dari Qiyamullail mereka menjadi diwajikan. Mahlab berkata hal itu dibatalkan dengan dibolehkannya berpuasa hari Jumat dengan hari-hari lainnya. Dan dengan begitu seandainya seperti itu maka menjadi dibolehkan sepeninggalan Rasulullah SAW karena hilangnya sebab. Akan tetapi Mahlab membawa pengertian seperti itu berdasarkan keyakinannya tidak makruhnya berdasarkan Dzahir madzhabnya.”

 سادسها مخالفة النصارى لأنه يجب عليهم صومه ونحن مأمورون بمخالفتهم نقله القمولى وهو ضعيف
“Keenam : menyelisihi orang Nasrani karena wajib bagi mereka berpuasa pada (hari jumat), dan kita diperintahkan untuk menyelisihi mereka, ini dinukil oleh Al Qomuli dan keterangan ini Dho’if.”

وأقوى الأقوال واولاها بالصواب أولها وورد فيه صريحا حديثان أحدهما رواه الحاكم وغيره من طريق عامر بن لدين عن أبي هريرة مرفوعا يوم الجمعة يوم عيد فلا تجعلوا يوم عيدكم يوم صيامكم الا أن تصوموا قبله أو بعده والثاني رواه بن أبي شيبة بإسناد حسن عن على وقال من كان منكم متطوعا من الشهر فليصم يوم الخميس ولا يصم يوم الجمعة فإنه يوم طعام وشراب وذكر
فتح الباري - ابن حجر –
“Pendapat yang paling kuat dan yang lebi utama mendekati kebenaran adalah pendapat pertama. Berdasarkan riwayat dua hadis yang jelas, salah satunya diriwayatkan oleh Al Hakim dan yang lain dari jalan Amir bin Ladin dan Abi Hurairah RA, Marfu’ : hari Jumat adlah Hari Raya, maka janganlah kalian jadikan hari raya kalian hari berpuasa kalian keculi jika kalian berpuasa sebelum atau sesudah hari Jumat. Riwayat Kedua: apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang Hasan dari Ali, dan beliau berkata : barangsiapa di antara kalian berbuat kesunnahan dari setiap bulan maka berpuasalah hari Kamis dan janganlah berpuasa hari Jumat karena hari Jumat adalah hari makanan, minuman dan Dzikr. ( Fathul Bari Bi Syarhi Shahihil Bukhari)

Oleh : Muhammad Muallif






Link ke Facebook

0 komentar: